Sabtu, April 28, 2012

Berbincang di Kantin Kampus

Ilustrasi. Sumber gambar  : nasional.vivanews.com
Suasana kampus menjenuhkan di siang hari. Saya bersama Mira menuju kantin untuk menyegarkan kembali pikiran-pikiran yang terkuras dalam dua mata kuliah sebelumnya, di dalam ruangan yang penuh dengan kotak-kotak meja-bangku dan tembok-tembok.

Mira memanggil tukang kantin dan memesan udang sebagai menu makan siang. Saya mengikutinya dengan menu yang sama. Kamipun berbincang tentang produk udang yang ada di swalayan sekarang ini. Mira berbicara tentang kesukaan keluarganya akan udang. Untuk memenuhi kebutuhan dalam keluarganya, Ibu Mira hampir setiap minggu ke swalayan berbelanja udang merek Fiesta Seafood.

Tidak lama berselang, Irma mendekati kami dan duduk bersama untuk makan siang. Mendengar perbincangan kami, Irma melanjutkan perbincangan dengan menceritakan keluarganya yang bekerja sebagai buruh outsourcing di sebuah desa di pedalaman lampung. 

Keluarga Mira yang bertempat tinggal dalam kampung tersebut, sepasang keluarga dan mempunyai dua orang anak. Anak yang paling tua duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Anak yang bungsu duduk di Sekolah Menegah Pertama (SMP). Karena kedua anaknya sudah membutuhkan biaya pendidikan yang lebih membuat Tante Mira, Sumirna bekerja sebagai buruh oautsourcing di perusahaan tersebut.

Sumirna harus bangun pagi-pagi memasak untuk anak dan suaminya. setelah itu,    melanjutkan pekerjaan mencuci di sumur belakang rumahnya. Dan kemudian melanjutkan dengan membersihkan dalam rumah dan pakarangan rumah. 

Jam setangah delapan pagi, Sumirna bersiap-siap menuju tempat kerja. Ia paling pantang terlambat, karena akan mendapat denda dari pihak pengawas. Dalam menjalankan aktivitas didalam pabrik, Sumirna harus berdiri dalam ruangan ber ac untuk membuka kulit udang satu persatu hingga puluhan kilo perhari. dalam sehari minimal berdiri 10 jam. kalau permintaan lagi padat, maka buruh outsourcing harus bekerja lembur.

Dalam menjalankan tugas sebagai buruh yang mayoritas perempuan kadang mendapatkan perlakuan sewenang-wenang oleh pihak personalia. misalnya, jika ada satu dua udang yang rusak akibat kelalaian buruh, maka akan di marah-marah sampai pulang pulang kantor. kondisi ini membuat tekanan batin dan mengakibatkan sebagian besar perempuan pernah meneteskan air mata dalam perusahaan tersebut.

Buruh kontrak pernah bersatu mengumpulkan tanda tangan untuk memprotes tindakan sewenang-wenang kepada pimpinan perusahaan, namun tidak ditanggapi. Para buruh disuruh mengadu kepada penyedia layanan outsourcing atau orang yang memasukkan bekerja dalam perusahaan. Para buruh tidak diperhadapkan dengan perusahaan, tetapi dengan majikan penyedia tenaga outsourcing.

Gaji yang didapatkan Sumirna dalam bekerja selama 10 jam sehari dengan kondisi berdiri di ruangan ber ac kurang lebih 50 ribu rupiah sehari. Kondisi ini mau tidak mau harus dilakuin dengan Sumirna demi kedua anaknya agar mendapatkan pendidikan yang sama walau membutuhkan banting tulang yang tiada henti.

hmmm. Waktu istirahat sudah habis, Saya, Mira dan Irma bergegas memasuki ruangan untuk mengikuti kuliah yang ke 3. smoga aja dapat wawasan baru lagi dari Bapak Ibu Dosen yang baik hati..